Kamis, 04 September 2014

Tante Dewi Hot Mature Tetangga Apartemenku


Namaku Rendi. Aku bisa dibilang sukses sebagai perantau di Jakarta, umurku 28 tahun, aku punya pekerjaan dan income yang stabil, cicilan mobilku sudah lunas dan aku tinggal di apartemen di kawasan Kalibata (yeee ketebak kali ya) sendirian, lumayan kesepian. Dulu-dulu mungkin cewe-cewe pacarku sering tinggal di apartemenku. Namun kali ini aku lagi gak punya pacar. Aku punya tetangga sebelah kamar, dia seorang wanita dewasa mungkin diumur-umur35 tahunan. Namanya Dewi, namun aku sering panggil dia Tante saja. 

Yang aku takjub dari wanita-wanita umur segini selain si Tante juga adalah mereka dalam masa dewasa-dewasanya. Mature dalam hal, berpakaian simple namun masih memancarkan aura keseksian tanpa berprilaku norak untuk memancing perhatian kayak ABG. Atau ini kelainanku yang lebih suka wanita dewasa.
Aku dan Tante sebenarnya sudah cukup akrab. Setiap pagi aku sering satu lift bareng Tante menuju lobby. Yang kutahu, Tante ini punya toko DvD di ambasador hasil patunagn dia dengan keponakannya. Aku pun sering bertemu dengan Tante setipa kali berenang rutin hari Sabtu pagi. Namun begitu2 saja. 


Tidak ada yang istimewa dari pertemuan2 kami itu. Saat aku lagi fresh-freshnya putus dengan pacar, tiba2 pertemuanku dengan Tante lebih sering, terlalu sering seperti bukan kebetulan seperti tiba2 ketemu di minimarket dibawah lalu aku naik ke atas bareng, atau tiba2 parkirannya sebelahan. Ge-erku merasa Tante ini ngikutin aku. Dari kedekatan kami ini, aku ambil kesempatan saja dengan meminta pin bbm Tante. Tante dengan senang hati memberikannya "Kupikir kamu gak bakalan minta Ren, hampir aku yang minta duluan" ujar Tante menggodaku.

Semenjak itu kami mulai bbm-an dari yang hanya pura2 saling bertanya apakah berenang atau tidak hari sabtu, atau aku tanya DvD film apa saja yang sudah ori. Lama kelamaan chat kami semakin intim. Tante menanyakan kemana pacarku. "Aku kok gak pernah liat pacar kamu ya? biasanya kalian berenang bareng?" "Sudah putus dari kapan tau Tante..." "Oooo... ceritain dong ke Tante" "Tante nih kepo aja, hahahaha" tante membalasku dengan emoticon *not interested* dan icon *:P* "Hehehehe, iya Tan, makin ke sini makin gak sreg sama dia, kerjanya marah maraaaah mulu, cemburu ini itu, dianya kelewat manja, minta jemput sana sini, dikira saya gak kerja kali ya, sekali-kali okelah, lha ini hampir tiap hari minta dijemput. Egoislah, masih ABG sih maklum" "Lah emang dia umurnya berapa Ren?" "berapa ya, baru semester II tuh Tan" "oooo dasar om-om nyarinya ABG-ABG"


Monyet nih si Tante ngatain gw, "Daripada Tante,..." aku hentikan ketikanku, aku gak tau latar belakang si Tante ini apakah sudah punya pacar, kalo nggak kenapa sendiri dll. "Eh btw Tante tinggal sendirian aja?" "Iya, kenapa? Rendi mau temenin" wah? agresif juga nih, dipancing dikit kesamber. "Lah kan udah ditemenin terus Tan, tapi cuma kepisah tembok aja" dari chat2an kami, aku jadi tau Tante ini gak mau pacaran karena dulu pernah dikecewakan. Yah standar lah cewe kecewa sama cowo. Akhirnya sekarang Tante lebih memilih hidup liberal, menerima siapa aja yang datang kehatinya tanpa ikatan.


Hari demi hari, chatting kami semakin intim, kami jadi sering berenang bareng. Dan saat berenang ini kesempatanku untuk memanjakan mataku dengan memandangi tubuh tante di balut pakaian renang. Pakaian renang yang Tante pakai gak seberapa seksi, malah aku pikir sangat sopan karena model baju senam yang menutupi hingga paha. Hingga suatu saat "Ren, cerita dong kamu udah ngapain aja sama pacar kamu" "Ah gak ngapa2in kok tante, kami saling menjaga" "Heuuuu boong amat, dikira gak kedengeran tiap malam kalian berdua kayak gimana?" Wah aku gak memperhatikan kalo ternyata permainan ku dengan mantanku sampai terdengar ke kamar Tante. "Hah?" belom selesai ku ketik Tante membalas "Kamu putus kan udah lama Ren, bukannya udah hampir 2 bulan. Emang tahan gak begituan?" "Begituan gimana nih Tan, aku gak ngerti" "Rendi nih ya, aku delete pin bbmnya nih sekali lagi ngeles"
"ehhh, iya iya. Ya gimana Tante kepengen sih, cuma mau sama siapa? mau pake pelacur takut kena penyakit. Minta jatah2 mantan gak mungkin banget gengsi lah hahahaha." Aku tekan enter dan menambahkan ketikanku "Tante mau bantu brangkali?" 


Chat bbm berubah dari centang menjadi *d* menjadi *r* artinya bbmku sudah kebaca sama Tante. Tapi lama kumenunggu, Tante gak bales2. Duh, bego banget, tersinggung deh si Tante. 15 menit berasa 5 jam nungguin balesan Tante. Apa ku samperin aja ya ke kamar Tante minta maaf. "TINUNG" bunyi tanda bbm masuk menyalak dari BBku. AH! Tante membalas. "Saling bantu lah Ren, aku gini-gini juga butuh, kita sama-sama manusia" begitu bunyi bbm si Tante diikuti dengan emoticon kiss. "Beneran Tante?" aku setengah tidak percaya, tidak menyangka sebentar lagi akan bercinta dengan sang Tante. "Enak nih mumpung masih terang, kamu ke kamarku ya Ren 15 menit lagi, aku mau rapi2 dulu." "Oke tan, btw aku request boleh?" "Apa say?" "Tante gak usah make up ya" "Sure beb"
"Haiiiii....." begitulah Tante menyambutku sambil membuka pintu setelah ku mengetuk 2x. Tante hanya memunculkan kepalanya dari balik pintu. Sore itu sang tante terlihat fresh karena baru saja selesai mandi, tidak ada make up yang menempel di wajahnya sesuai permintaanku. Sang tante menggunakan lingerie warna hijau transparan. Dari pandangan mata elang ini, terlihat tante gak make daleman. Makanya pas buka pintu dia ngumpet di belakang pintu terus. Tanganku ditarik masuk lalu cipika-cipiki, aku sosor saja karena gak tahan dengan wangi nafas tante, sepertinya baru saja sikat gigi. "Eiittttsss.... sabar doooong" "Maaf tan, habis tante nafsuin banget".


Aku meletakkan BB dan kunci kamarku di meja dapur kamar tante. "Maaf Tan, aku gak sopan, dateng cuma begini aja". Aku menunjuk ke pakaianku. Karena kupikir hanya sebelah kamar jadi aku gak ganti baju, lagian ke kamar Tante mau ngentot, ngapain rapi2. Pakaian kebangsaan yang kupakai tiap ML, kaos oblong dan celana gombrong tanpa CD. "Gakpapa, ntar Tante bongkar juga kan?" Tante sepikiran sama aku ternyata. Sang tante mengajakku ngobrol dulu di sofanya sambil nonton CNBC. Ha? CNBC? iya, saat itu beritanya lagi tentang Bom Boston yang baru-baru aja terjadi. Sang tante nanya-nanya soal ini itu, teori konspirasi, doktrin agama, sampe CIA/FBI. Sepertinya ini macam icebreaking sekalian mungkin ngetes intelektual sang tamu (ane sendiri) ini sejauh mana hahahaha aneh....


Ngobrol lumayan lama kami pun mulai bergumul, kali ini nggak ada *entah siapa yang memulai* karena waktu itu aku duluan yang nyosor Tante. Kami ciuman hebat, tante selalu french kiss hot sekali, tapi sebenarnya aku gak suka, aku tenangkan tante untuk berciuman romantis. "Tangan kamu sopan ya" tante mengkomentari tanganku yang masih melingkar di belakang punggung tante, mendekap erat jangan sampe tumpah eh lepas. "kenapa tan? udah mau di grepe2 emangnya?" "Euh kamu.... bahasanya plis deh, di-sti-mu-la-si!" sambil tersenyum. Aku rebahkan badan tante membelakangiku sambil aku tetap menciumi pundak, tengkuk dan kuping tante, tanpa basahan tentunya. Aku baru saja tau kalau wanita tetap saja mau diperlakukan halus, mau bagaimanapun latar belakang dia.


"SSaaaaayyyyy...." tanganku mulai mengelus2 perutnya. Perutnya tante ini gak buncit tapi gak kenceng. Pas lah. Sesekali aku menyenggol toket tante yang ukurannya besar sekali. Benar2 besar!!! mungkin ini 38C, meskipun putingnya tidak pink lagi namun tidak lebar. Sungguh seksi sekali. Puting tante sudah mengeras, aku main-mainkan seperti tombol switch on/off gitar lembek. Tante mulai mengerang dan badannya mulai belingsatan. Kedua tanganku menjamah kedua semangka lembek raksasa. Sambil menikmati kecupan demi kecupan di pundak punggung dan tengkuk, tante mulai terlihat tidak tahan, tangan kirikupun mulai turun ke bawah, Aku pernah lihat video di youtube, cara terbaik merangsang vagina wanita bukanlah langung dicolok tapi dibuat geli area sekitarnya dahulu (entahlah suhu suhu lebih tau nih hehehe)
Woooooow.... begitu tanganku sampai di memeknya, ternyata liang surganya lagi banjir, oh Jokowi harus turun tangan nih, mencari tau banjirnya dari mana ahahahahaha.... setelah merangsang2 sebentar, kumasukkan satu jariku kedalam memek si Tante. Terasa sentakan* di tubuh tante saat jari telunjukku masuk ke dalam.


 "HHhhhhhhhhhh.........kkkkkammmmmuuuuuu iiiiihhhhh....." "Beeeeeebbb......." lah dia manggil aku beb?? aku merasa di atas angin setiap kali bisa membuat seorang wanita gak berdaya kita rangsangi tersange-sange (bukankah kita semua begitu ya?). "BBBbbbeeeeebbbbb...... jari kamu pinter amaaaat....."
"Hhhhhhhhhhh... kamuuuuuu, aku lupaa nama kamua" Yalah!!! sempet2nya nanya nama. AKu lanjutkan lagi sodokan dengan jari telunjuk ini. Terasa badan tante mulai meronta-ronta. Perlu diketahui, sang tante ini ukurannya gak kurus loh, tinggi tante ini hampir sedagu ku, dan beratnya mungkin 69-75kg jika ditelaah dari beban yang diterima badanku ini.


Tubuh tante makin menggelinjang hebat, dia berteriak "ML-in aku... ML-in akuuuuuu....." aku makin semangat meremas buah dadanya dan mengobel memeknye. Terasa tante mau beranjak merubah posisi, aku dengan sigap memindahkan tanganku dari toket kanan tante ke toket kiri tante (ingat aku posisinya di belakangi tante dan kami pangkuan di sofa). Dengan posisi begitu, otomatis tanganku menahan badan tante dan tante makin mengerang mencoba keluar dari kuncianku. Tiba-tiba tangan tante mencakar tanganku yang sedang meremas toket ini. 


SSSSssssoooooooooooooorrrrrr....... si tante squirt, cairan hangat merembes dari lingerie tante, turun perlahan membasahai paha tante dan juga tanganku, untungnya sofa tante dari bahan kulit sintetis jadinya gak merembes. lantai kayu apartemen tante langsung becek. Nafas tante yang tadinya memburu mulai mereda tenang namun mukanya merah padam.
Lalu berselang beberapa menit, tante merebut tangan kananku dan tante menarik badanku. Aku terjatuh diatas becekan squirtan tante, punggung kaos dalamku becek. tante menyusul menjatuhkan badannya ke atas badanku. Sepintas kami bergulat untuk mendapatkan posisi diatas satu sama lainnya. Namun aku seperti naluriah membiarkan tante menguasai badanku. Kami bergumul dan berguling2 menjauhi becekan dan melanjutkan aksi kami di karpet bulu di lantai tidak jauh dari sofa, menghindari cairan squirt-an tante,* tante masih menyerangku dengan meniban badanku, menciumiku dengan brutal "Taaaannn... mmmm....mmmmmmpppelan-pelan ajaaa...mmmm" french kiss super sange. Aku baru sekali ini bercinta, bahkan belum sampe ML sudah begini sangenya. Sepertinya tante tidak mau mendengarkan permintaanku.


Kami berciuman hebat, kontolku sudah mengeras sekali dan menggesek2an ke celana lingerie tante. Tante makin menggila, dia rebut kontolku dengan tangan kanannya dan dikocok2 sambil masih menciumi bibirku. Aku pun tak kalah sigap, kucoblos memek Tante dengan jari telunjuk. "AAAkkkkkkhhhhh..... Bangsaaat!!!" PLAKKKK!!!!! OMG kenapa nih gw digampar tante. "Lakuin lagi! Lakuin lagiii!!!" wah ada potensi BDSM sepertinya.


Lalu sambil masih menindih badanku seperti tidak mau melepaskan badanku, Tante memutarbalikkan badannya, dan slubb!!! tiba2 mulutnya sudah ada di kontolku... dan sebagai balasannya, saya dihidangkan lembah gelap yang indah, aku jilat2in saja sampe Tante mulai mengerang2. kurang lebih dari sejak perciuman kamu di sofa hingga posisi 69 ini sudah hampir lebih dari setengah jam. Tante mungkin mulai heran (dan takjub I don't know) kenapa aku belum crot juga. "Kammmuuuu.... beloom mau keluarrr???" "Belom taaant..." belom sempat aku menyelesaikan kalimatku, tante squirt untuk yang kedua kalinya, menyemprot tepat di mukaku. Aku gak tau squirt ini cairan apa, katanya yang pasti bukan cairan kencing. Lagipula aku lagi sange di ubun2 gini gak nolak lah.

"HHhhhhhhhhhh.... gilllllaaa... permainan kamu hhhh hhhh hebat yah hhh hhhhhh aku mau kontol kamu sayyyyyy mmmm mmmmm" ujar sang tante sambil lanjut menyepong kontolku. "Aku udah boleh masukin ya tan, tapi gak enak nih masa di lantai?" tante beranjak dari tubuhku sambil tetap menyepong kontolku. Aku dengan susah payah berdiri dan tantepun berlutut melanjutkan emutannya. "Taaaannn.... katanya mau dimasukin?" aku yang tak tahan di sepong mulai blingsatan seperti mau crot. Tante mungkin melihat aku seperti mau crot, akhirnya melepaskan sepongannya dan secepat kilat menyambar bibirku, kami berdua bercumbu kembali. Cumbuan ini hebat sekali, seperti si tante ini benar2 lagi mengeluarkan pusing2 di kepalanya. Kami berciuman sambil berdiri, tante berujar "Ke kamar mmmm aja mmmm sayymmmm" sambil menarik badanku yang erat menempel dengannya. DIbukakan pintu kamar dia dengan posisi kami berjalan sambil berciuman.


Terbukalah kamar tidur tante. Tempat tidur size 200 yang besar dan dengan bedcover yang masih tertata rapi. Aku angkat tubuh tante dengan memegang kedua paha tante, kedua kaki tante pun refleks melingkarin tubuhku, kontolku yang tegang masih tertutup celana mulai memaksa masuk ke memek tante yang juga masih tertutup lingerie. Kemudian aku lemparkan sang tante ke kasur. Buuuuukkkkkk...... setelah itu aku membuka celana dan kaosku segera. Tante juga bermaksud untuk membuka lingerienya namun aku hadang "Jangan tan, nanti aku bantuin..." Ku serang tante, mencumbunya dengan ganas, kami bergumul hebat dalam waktu singkat tempat tidur tante yang rapi sudah gak karuan. Aku yang sudah blingsatan mencoba membuka lingerie tante. Tapi akunya tidak sabaran hingga lingerie tante robek. "Maaf tante... nanti kuganti" "Udah gakpapa ayo ngentot aja". And here is the moment of truth. Kepala si Otong sudah nangkring ke mulut goa si tante.


Perlahan-lahan kumasukkan. Blessssss.... "AaaaAAAAaaAAkkkkhhhh.... ennnnaaak beeeeb...... uuuuughhhh perrrasaaannnn tadi kontol kammmmmmu kecil deh, kok kalo udah masuk berasa tebel enaaaaak" WATDE??? sialan nih tante, sebagai hukuman, kuhentakkan keras2 hujamanku sekali, cukup sekali itu Tante langsung banjir dan mulai menggoyang2kan pantatnya sebagai reaksi genjotanku. kulanjutkan genjotanku bervariasi, posisi kami masih misionaris. rpm rendah berganti2 cepat-pelan-cepat-pelan, biar gak terlalu capek. Terasa tante mesinnya udah mulai panas, kami bercinta dengan posisi ini lama sekali, aku sangat menikmati setiap jengkal tubuh kenyal tante.
Mungkin tante sudah mulai bosan, tante pun mengambil kendali agar kami berubah posisi. 


Kami berguling kesamping, kontolku terlepas sebentar namun tante dengan sigap langsung memasukkan kembali kelubang memeknya. "Oooooouuuhhhhhh.....mmmm...reeeeennn......" tante menggenjot si Joni perlahan2 hingga akhirnya dengan ritme konstan. Sesekali tante menciumi bibirku dengan begitu basahnya. Tante juga sesekali menggigiti putingku, selama posisi ini tanganku tidak pernah lepas dari kedua belah dadanya, bergantian aku menjilati puting ranum tante. Seperti kubilang, puting tante sudah tidak pink lagi, namun aku tak peduli aku sangat menikmati menggoda tante dengan jilatan-jilatan ini. Terasa genjotan tante semakin menjadi, moaning tante semakin keras "Aaaaaakhhhhh..... teruuuuus terusssssss.... beeeebbbbbbbaaaaaakkkhhhhhh"
Kemudian dia menarik kedua tanganku dari toketnya dan dengan satu tangan meletakkannya jauh di atas kepalaku sedangkan tangannya yang lain dengan erat menjambak rambutku, aku seperti tawanan yang disekap agar tidak kabur. Lalu masih dalam posisi woman on top kedua kaki tante mencoba melingkari badanku sampai2 aku harus mengangkat pantatku agar kaki tante ini bisa masuk ke bawah. Aku serasa dililit ular anakonda. Seperti sedang bergulat akupun berusaha keluar dari kuncian tante, kakinya memiting tubuhku sambil tetap menggenjot kontolku. Saat erangan tante semakin keras dan genjotannya semakin kencang, akhirnyaa.... SRRRRrrrtttt aku merasakan dinding vagina tante berdenyut2 hebar memijat batang kontolkua. Tante sedang orgasme. 


"Oooouuuuhhhhhhh......hhhhhhhhhhhhhh....hhhhhhhhhh h.....hhhhhmmmmmhhhhh.hhhhh.hhh" Nafas tante yang tadinya gak karuan, perlahan seperti terbuang lega semua.
"Nikmat sekali bercinta dengan kamu Ren" "Enak sih enak, aku belum keluar nih Tan!" ujarku protes. "Iyaaa deh... cowo itu makin lama makin bagus? Istirahat sebentar ya, Tante janji pasti bikin kamu crot kok, kalo nggak juga berarti kamu ini hebat sekali, dan tante gak akan ngasi kamu pulang sebelum kamu crot." Aku emang ada "kelainan". Aku ini lama sekali crotnya, aku bisa 3 jam bercinta dan tidak crot juga. Apalagi kalau menggunakan kondom. Aku setengah bangga, kebanyakan wanita-wanita yang kuentotin malahan protes karena aku terlalu lama. Dan dikala si Joni otong lagi cape, bukannya cepet crot, yang ada malah ngambek total. Ah geblek.


GGggrrrrkkkkkkkkggrkkgrrrkkk.... "Eh bunyi apa tuh?" tanya Tante. "Perut kamu ya? hahahaha, udah gembul, lagi tengah2 ML kok ya bisa2nya laper?" "Yah si tante, kepalaku, perutku sama tititku itu yang ngatur departemennya beda2, jadi bisa aja laper." "Yaudah kita break dulu deh ya Ren, aku pesenin bakmi, abis makan kita lanjut gulat lagi, Tante mau ber-ronde-ronde sama kamu." Wek! Kulihat jamku udah jam 7 malam. Bisa balik jam berapa nih?
Akhirnya setelah makan dan istirahat sebentar dengan ngobrol2, kami melanjutkan pertarungan kami. Malam itu hingga pagi, kami bercinta 4 ronde, aku ngecrot 2 kali jadi total dengan yang sore/siang 5 ronde dengan skor 2-5. Itu diluar squirt-an Tante. "Tante, makasih ya hari ini aku puas sekali" "Aku yang terima kasih Ren, kamu hebat sekali, kayaknya ini dendam 2 bulan gak ML ya? kapan-kapan kita lakuin lagi ya" "Pasti Tan, aku siap ngelayanin Tante kapanpun Tante mau." "Aku juga Ren sebaliknya, kalo kamu yang perlu bilang aku aja." Aku tersenyum dan kubilang "Aku balik ya Tan" jam di posisi 3 pagi. "Tanggung beb, nginep aja sampe besok, eh ini udah besok ya? Kalo pulangnya besok aku janji aku mandiin deh". Siapa yang bisa nolak ditawarin begitu 

The Amazing Mbak Ana


Namaku Richard Tilamaya, biasa dipanggil Richie. Umurku 28 tahun. Aku bekerja dibidang pemerintahan dan sekarang ditugaskan di Pulau Sumatera, tepatnya di kota P. Aku memiliki seorang istri, kami sudah menikah selama tiga tahun namun hingga saat ini belum diberi momongan. Di kota P aku tinggal di rumah mertua, kebetulan dulu mertuaku bekerja juga di Kota P sehingga memiliki rumah di sini. Mertuaku sekarang sudah pensiun dan mereka memutuskan untuk kembali ke kampung halaman di Pulau Jawa, menetap di sana menikmati masa tua. Karena sayang untuk dijual dan kebetulan aku bertugas di kota ini, maka mereka menyuruh aku dan istri untuk menjaga dan tinggal di rumahnya. Kamipun setuju itung-itung menghemat biaya kontrak rumah hehehee. 

Di rumah aku memiliki seorang pembantu, namanya Mbak Ana. Mbak Ana berumur sekitar 36 tahun dan memiliki tiga orang anak perempuan. Mbak Ana asli dari kota P. Secara fisik tidak ada yang spesial dengan Mbak Ana, rambut pendek sebahu dan badan yang agak kurus. Kulitnya tidak putih namun cukup terang. Mukanya terlihat seperti orang yang kelelahan terlihat lesu, sayu , garis-garis keriput mulai nampak. Namun, sebagai seorang pembantu Mbak Ana masih masuk kategori yang cukup enak dipandang, not bad lah. Mbak Ana tidak menginap di rumahku, dia datang pagi dan pulang setelah pekerjaan rumah selesai. Mbak Ana bekerja di rumahku dari hari Senin sampai Sabtu. 

Rumahnya berjarak kurang lebih 500 meter dari rumahku, dia biasanya datang ke rumahku dengan berjalan kaki. Mbak Ana tinggal bersama anak-anaknya, sedangkan suaminya bekerja di luar kota. Suaminya pulang sebulan sekali atau terkadang Mbak Ana yang datang ke kota suaminya bekerja. Penghasilan suami Mbak Ana bisa dibilang pas-pasan karenanya untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga Mbak Ana mencari penghasilan tambahan. Sebenarnya aku dan istriku belum terlalu membutuhkan pembantu karena kami masih tinggal berdua selain itu juga istriku tidak bekerja jadi tidak ada masalah dengan pekerjaan rumah, namun karena Mbak Ana sudah lama ikut dengan mertuaku kami jadi tidak enak untuk memberhentikannya.
Aku jarang ngobrol dengan Mbak Ana, karena kami juga jarang bertemu. 

Kami biasanya hanya bertemu pada hari sabtu atau jika aku sedang sedang libur. Jika bertemu kami hanya saling bertegur sapa saja dan sangat jarang sekali mengobrol. Selama ini Mbak Ana tidak pernah menyita perhatianku dan aku juga tidak pernah berpikir macam-macam dengan Mbak Ana. Namun ternyata hal tak terduga aku alami bersama Mbak Ana.

Pagi hari aku sedang bersiap-siap untuk berangkat kantor, ketika tiba-tiba kakak iparku menelpon mengabarkan ibu mertuaku masuk rumah sakit. Ibu mertuaku memang sudah lama sakit dan beberapa kali masuk rumah sakit, namun kali ini harus dilakukan tindakan operasi. Aku meyuruh istriku segera mencari tiket untuk pulang ke jawa untuk menjenguk dan memberi suport ibu yang akan melakukan opersi. Karena aku masih banyak pekerjaan kantor yang harus diselesaikan, maka tidak mungkin untuk ikut pulang bersama istriku.

Siangnya aku pulang ke rumah untuk mengantar istriku ke bandara. Waktu itu Mbak Ana masih di rumahku, istriku sedang berpesan ini-itu, urusan rumah spertinya. Setelah selesai berpesan kepada Mbak Ana, istriku menitipkan kunci rumah cadangan ke Mbak Ana sehingga jika aku sedang bekerja dia tetap dapat bersih-bersih rumah dan menyelesaikan pekerjaan lainnya.

Hari ini Sabtu, aku terbangun oleh suara alarm hp-ku. Jam 08:00. Aku sengaja mengeset alarmku supaya tidak bangun kesiangan karena aku ada janji dengan teman kantorku untuk menyelesaiakan laporan kami. Mataku masih berat untuk dibuka, aku matikan alarmku namun aku masih bermalas-malasan di tempat tidur. Baru jam 03.00 pagi tadi aku tidur karena semalam harus lembur, hari ini juga aku seharusnya libur namun terpaksa aku harus ke kantor untuk menyelesaikan laporan karena deadline sudah dekat. Aku masih mencoba mengumpulkan tenaga untuk beranjak dari kasur ketika terdengar ketukan pintu. Siapa pikirku?

"Mas..Mas Richie?"

Aku mendengan suara yang aku kenal, Mbak Ana. Ahhg aku masih malas untuk bangkit. Mbak Ana kembali mengetuk dan memanggil namaku. Biarkan saja pikirku, toh dia bawa kunci cadangan juga. Benar saja setelah beberapa kali mengetuk dan memanggil tanpa ada balasan, terdengar suara kunci pintu dibuka. Mungkin Mbak Ana berpikir aku sedang pergi. Terdengar pintu terbuka.

"Mas Richie?" Mbak Ana masih mencoba memangilku, memastikan aku ada di rumah atau tidak.
Seketika itu juga aku sadar aku tidak menutup pintu kamarku. Aku tidak menutupnya karena semalam listrik padam, AC kamarku mati. Karena gerah, kuputuskan untuk tidur dengan pintu kamar terbuka agar ada sedikit udara segar. Pintu kamarku menghadap ke ruang tengah. Mbak Ana pasti akan melalui kamarku untuk menuju ke dapur dan tempat cuci baju. Tiba-tiba timbul niat isengku. Biar saja Mbak Ana melihatku dalam posisi tidur. Aku biasa tidur hanya mengenakan kaos dan boxer. 

Aku suka mengenakan boxer kalo di rumah karena si Junior rasanya jadi lebih lega dan kalo tiba-tiba "pengen" tinggal plorotin aja hehehe. Nahh yang bikin aku jadi tambah iseng karena kalo pagi bangun tidur si Junior suka berdiri. Aku keluarkan penisku yang setengah berdiri dengan mengangkat sedikit bagian bawah boxerku sehingga seolah-olah penisku keluar dengan sendirinya ketika aku tidur. Aku penasaran ingin melihat ekspresi Mbak Ana ketika melihatku dalam posisi seperti ini. Kenapa aku jadi exebisionis ya hehehe. Hmmm.. muncul ideku untuk merekam ekspresi Mbak Ana agar aku bisa melihatnya nanti. Dengan cepat aku menyalakan kamera video di hape-ku, aku arahkan ke pintu, dan aku sangga dengan bantal. Mbak Ana tidak akan tahu kalo kamera hape itu menyala, dia pasti akan berpikir hape-nya tergletak biasa saja. Aku lalu kembali ke posisi dan pura-pura masih tidur. Terdengar suara langkah Mbak Ana mendekat dan tiba-tiba berhenti ketika sampai di depan kamarku. 

Aku tertawa geli dalam tidurku, pura-pura tidur tepatnya hehehee. Sepertinya Mbak Ana kaget melihat aku ada di rumah dan tertidur dengan si Junior mengintip keluar dari boxer ku. Beberapa saat Mbak Ana berhenti kemudian dengan hati-hati dia menjulurkan kepalanya ke dalam kamarku. Dia melihatku masih tidur, sekilas dia melirik penisku dan beranjak pergi.

Setelah Mbak Ana pergi aku tertawa pelan, aku sudah menahan tawa dari tadi. Dari bagian belakang rumah terengar Mbak Ana mulai beraktivitas, sepertinya sedang mencuci baju karena terdengar suara berisik mesin cuci. Aku ambil hapeku dan aku putar rekaman video tadi. Sambil menahan tawa aku melihat video itu. Dalam rekaman video terlihat ketika Mbak Ana sampai di depan kamarku dan langsung kaget melihatku. Sepertinya dia juga menyadari kalo penisku terlihat, dan matanya cukup lama melihat ke arah situ heheehe. Aku memang hanya iseng dan tidak ada niat untuk bertindah lebih jauh.

Aku bangun dan segera menuju kamar mandi, aku masih tetap memakai boxer tapi tentunya si Junior sudah kembai ke sarangnya. Aku pura-pura kaget ketika melihat Mbak Ana.
"Eh.. Mbak Ana, sudah dari tadi mbak?"
"Baa..baru saja kok mas." Mbak Ana terlihar agak gugup, mungkin karena kejadian barusan.
"ohh..maaf mbak aku gak denger Mbak Ana tadi datang." Aku bicara dengan nada santai supaya Mbak Ana tidak gugup.

"Iya Mas Richie, Mbak tadi ketuk pintu enggak ada yang bukain. Mbak kira di rumah gak ada orang. Ehh.. ternyata Mas Richie masih tidur." Mbak Ana sudah bisa mengendalikan dirinya.
"Iya mbak aku gak denger." Aku beralasan. "Baru tidur tadi pagi. Semalam habis lembur."
"Ouww."
"Mbak aku tolong dibikinin mie ya buat sarapan, dah lapar nih."
"iyaa mas tapi bentar lagi ya, tanggung ini mas nyucinya dah mau selesai."
"Okai mbak aku juga mau mandi dulu." Aku berlalu menuju kamar mandi.

Selesai mandi mieku sudah siap. Aku sarapan sambil duduk di depan TV, kunyalakan TV dan mulai menyantap mieku selagi masih hangat. Mbak Ana sedang menyetrika. Tempatnya menyetrika tidak jauh dari tempat aku duduk. Aku mencoba untuk mengajaknya mengobrol sambil sarapan.
"Anaknya yang gedhe sekarang di mana mbak? Masih sekolah? Atau sudah lulus?" aku membuka obrolan. Aku tau dari istriku kalo anak pertamannya dulu sekolah di akademi kebidanan, aku lupa nama anaknya.
"oh si Rina ya mas, sekarang sudah kerja mas. Baru lulus dua bulan yang lalu tapi alhamdulillah langsung dapat kerjaan," jawabnya agak kaku karena tidak terbiasa mengobrol denganku.

"Kerja di mana mbak?"
"Di Rumah Sakit Merah Putih di Kota PP." Rupanya si Rina kerja di luar kota.
Obrolan mulai berkembang dan suasana menjadi cair. Mbak Ana mulai nyaman ngobrol dengan ku. Dia bercerita kalo dia senang anaknya langsung mendapat kerja sehingga tidak bergantung dengan orang tua lagi. Mbak Ana juga bercerita kalo sekarang usaha tempat suaminya bekerja sedang tidak bagus sehingga sudah empat bulan ini suaminya belum bisa pulang karena belum ada ongkos. Mbak Ana juga tidak bias datang ke sana karena uang yang diperolehnya sudah habis digunakan untuk biaya sekolah anaknya. Anaknya yang nomor dua baru saja masuk SMA. Aku agak simpati juga mendengar cerita Mbak Ana. Aku menyuruhnya bersabar dan menasehatinya untuk tetap semangat bekerja.

"Kalo sudah rejekinya pasti gak akan ke mana mbak." nasehat ku. "Yang penting kita berusaha. Rejeki pasti tiba dengan sendirinya."
Dari obrolan kami aku jadi tahu ternyata selain bekerja di tempatku kalo malam Mbak Ana juga bekerja menjaga warung makan. Selama kami mengobrol aku mendapati Mbak Ana beberapa kali melirik si Junior. Aku cuek saja. Sehabis mandi tadi aku masih menggunakan boxer dan kaos saja. Seperti aku bilang kalo sedang di rumah aku memang biasa seperti ini. Sebelum-sebelumnya Mbak Ana juga sudah biasa melihatku mengenakan boxer kalo sedang di rumah jadi aku cuek saja. Karena mulai merasa biasa denganku Mbak Ana mulai berani menanyakan hal yang agak privat.

"Mas..Mas Richie dan Mbak Anja memang nunda punya momongan ya?" "Eh maaf ya mas..Mbak nanya-nanya.." Mbak Ana sadar kalo pertanyaannya mungkin agak sensitif, dia jadi salah tingkah dan terlihat agak menyesal telah bertanya.
"Gak papa kok mbak." jawabku tersenyum. "Aku sebernya pengen mbak segera punya momongan, apalagi Anja dia kan seneng banget sama anak kecil" tambahku, "Tapi sepertinya masih belum dikasih."

"Sabar ya mas. Nanti juga pasti dapat kok kalo memang sudah rejekinya" Mbak Ana mencoba menghiburku dengan nada keibuan, seperti seorang ibu yang menghibur anaknya yang kalah dalam lomba. Aku menjadi sedikit terharu, terharu dengan diriku sendiri.
"Mbak dulu juga lama kosong kok. Hampir tiga tahun."
"Iyaa ya mbak?" aku baru tahu kalo Mbak Ana ternyata juga lama dapat momongan.
"Mas Richie sudah coba cek ke dokter?" tanya Mbak Ana.
"Sudah sih mbak, tapi kata dokter gak ada masalah baik sama Anja maupun sama aku. Semuanya sehat. Kata dokter sih dicoba terus aja" jawabku "Mungkin bikinnya yang gak bener kali ya mbak heheheehe." aku bercanda tanpa maskud menggoda.

Mbak Ana tersenyum kecil kemudian menjawab dengan nada serius "Sama mas Richie..dulu mbak juga cek ke dokter dan kata dokter suami mbak dan mbak sehat semuanya."
"Ohhh" jawabku singkat.
Aku melahap suapan terakhir mie ku, Mbak Ana terlihat fokus kembali menyetrika. Kami terdiam sejenak.
"Terus akhirnya bisa dapat Rina gimana mbak?" aku memecah keheningan "Kata temenku sih aku disuruh banyak-banyak makan toge, emang bener ya?"

"Kalo toge sih emang bagus buat laki-laki mas,” kata Mbak Ana sambil melipat kemeja yang baru selesai disetrika “Katanya dapat meningkatkan kualitas itunya."
"Itunya?" aku memasang muka heran, aku menangkap maksud Mbak Ana adalah bahwa toge dapat meningkatkan kualitas ereksi atau ketahanan penis.
"Bukan anunya mas?" Mbak Ana terkikik, "eee..itu kualitas..ee sperma." sepertinya Mbak Ana agak risih mengucapkan kata sperma.
"Ouww. Kirain hehee..perasaan aku dah banyak makan toge tapi gak ada perubahan kualitas di situ hehehee" Mbak Ana ketawa mendengar komentarku.
"Jadi dulu suami mbak banyak makan toge juga ya?" tanyaku.

"Ya gak banyak juga sih mas biasa aja, kalo mbak kebetulan pas masak sayur toge aja." Mbak Ana kemudian menambahkan, "Mbak dulu ke tukang urut mas."
"Tukang urut?" aku bingung.
"Iya kebetulan nenek mbak dulu tukang urut." Jelas Mbak Ana sambil mengusap keringat dikeningnya, sepertinya hawa panas strika membuat Mbak Ana gerah.
"Waktu itu nenek bilang supaya bisa cepet dapat momongan suami mbak harus diurut karena menurut nenek ada syaraf suami mbak yang bekerja kurang maksimal."

Waktu itu aku masih berpikir kalo 'diurut' yang diceritakan Mbak Ana sepeti diurut pada umunya.
"Mbak sih awalnya gak ngerti tapi karena gak ada ruginya ya kenapa gak dicoba aja. Apalagi yang nyuruh orang tua kalo gak mau malah takut kualat nanti."
Aku menyimak cerita mbak ana dengan serius.
"Jadi ya sudah mbak sama suami berangkat ke rumah nenek di dusun. Kemudian suami mbak diurut, nenek juga mengajari mbak cara ngurutnya. Kata nenek supaya berhasil gak bisa hanya diurut sekali jadi nenek mengajari mbak cara ngurutnya supaya mbak bisa ngurut sendiri nantinya sehingga gak perlu bolak-balik ke rumah nenek yang cukup jauh."

"Percaya gak percaya sih Mas Richie. Dua minggu setelah itu mbak langsung isi." Mbak Ana mengakhiri ceritanya sambil melipat pakai terakhir yang disetrikanya.
Dia menghela nafas lega, setrikaanya sudah selesai semua. Mbak Ana mengusap butir-butir keringat diwajahnya dengan bagian bawah kaosnya. Otomatis kaosnya sedikit terangkat dan terlihat perut Mbak Ana yang putih, perut Mbak Ana ramping namun terlihat kendor. Maklum Mbak Ana kan bukan tante-tante berduit yang rajin fitnes. Mbak Ana waktu itu memakai kaos warna krem yang agak kedodoran dan sudah kusam. Di bagian bawah dia menggunakan legging sebatas lutut warna biru gelap. Meskipun legging jangan bayangkan seperti legging-lengging yang dipakai ABG sehingga terlihat ketat dan sexy. 

Legging yang dipakai Mbak Ana sepertinya sudah sering dipakai sehingga agak melar. Mbak Anak dalam berpakaian memang seadanya, kaos, legging, celana pendek kolor terkadang dia juga memakai daster dan semua pakaiannya sudah kusam bahkan ada beberapa yang terdapat bagian yang sobek atau bolong. Aku rasa di dunia ini tidak ada wanita yang tidak ingin tampil cantik dan menarik, begitu juga Mbak Ana. Namun keadaan yang memaksanya.
Mbak Ana berjalan ke dapur dan mengambil segelas air minum. Setelah minum dia kembali mengusap keringat di dahi dengan punggung tangannya. 

Mbak Ana menyisir rambutnya kebelakang dengan jari mengumpulkannya menjadi satu dan mengikatnya dengan karet gelang. Dia berjalan menuju mesin cuci dan mulai mengeluarkan baju yang telah selesai dicuci untuk dijemur. Aku melihat jam dinding, jam 09.00. Sebentar lagi berangkat ke kantor pikirku. Aku berjalan kebelakang untuk menaruh piring kotor ditempat cucian. Tempat cuci piring ada di luar rumah bersebelahan dengan tempat Mbak Ana mejemur. Aku perhatikan Mbak Ana agak kesulitan menjemur selimut, aku datang mendekat membantu Mbak Ana menaruh selimut di tali jemuran. 

Angin berhembus dan aku mencium aroma yang aneh, bukan, bukan, bukan aroma yang tidak enak tetapi aroma yang khas. Ini bau tubuh Mbak Ana dugaku. AKu seperti sedang terhipnotis, aroma itu masuk melalui hidungku dan langsung membekukan otaku. Aku merasakan sensai yang aneh.
"Makasih Mas." Mbak Ana menyadarkanku.
"Ah..iyaa." Gantian aku yang gugup.
Mbak Ana melanjutkan menjemur sisanya. Aku berdiri bersandar didinding tempat ujung tali jemuran ditambatkan.
"Mbak aku kayaknya tertarik juga urut sama neneknya Mbak Ana, siapa tau berhasil juga." Aku melanjutkan obrolan kami tadi. Aku menunjukkan keantusiasanku.
Mbak Ana menjemur celana jeansku dan kembali mengusap keringat di dahinya, sepertinya dia mulai kelelahan.

"Masalahnya mas," dia kembali mengambil sisa pakaian yang akan dijemur, "nenek mbak dah meninggal satu tahun yang lalu."
"ahh..maaf mbak." aku tidak menduga jawaban Mbak Ana. "Sakit mbak?"
"Yaa memang sakit..tapi juga karena memang sudah umur"
Angin kembali berhembus dan lagi-lagi bau aroma tubuh Mbak Ana mengalir melalui hidungku. Aku kembali blank.
"Kalo nenek masih sehat mungkin aku bisa berhasil juga kali ya mbak?" aku berbicara dengan pandangan kosong. Sebelum Mbak Ana sempat menimpali aku menyadari sesuatu, "ehh..bukannya Mbak Ana pernah diajari cara ngurutnya juga ya?"
Mbak Ana tiba-tiba berhenti bergerak, dia kaget dengan pertanyaanku.

"ee..em..embak gak bisa." Mbak Ana gugup.
"Loh tadi kan mbak cerita, mbak diajari cara ngurutnya supaya mbak bisa ngurut sendiri tanpa harus ke rumah nenek? Suami mbak kan cuma diurut sekali sama nenek, iya kan? Selebihnya Mbak Ana yang ngurut kan? Iya kan mbak?" aku membrondong mbak ana karena merasa ada harapan.
"Bukan gitu mas Richie." Mbak Ana menjawab sambil berjalan masuk rumah. Keringatnya sepertinya semakin menjadi.
Kenapa Mbak Ana panik pikirku? Aku berjalan masuk rumah mengikuti Mbak Ana. Mbak Ana menuju ruang tengah, dan duduk di depan tv.
"Jadi gimana mbak? masa Mbak Ana gak mau nolongin aku?" Aku memohon.

Mbak Ana mengambil sapu sepertinya dia hendak menyapu tapi kemudian dia menghela nafas dan kemudian menarik kursi makan dan duduk memandangku dengan serius. Mbak Ana menarik nafas kemudian mulai berbicara.
"Mbak Ana bukannya gak mau menolong Mas Richie tapi mbak gak bisa." Aku bingung, Mbak Ana kembali menarik nafas dan melanjutkan. "Soalnya.."
"Eee..maksud mbak cara ngurut itu..Ehh..pokoknya mbak gak bisa ngurut Mas Richie."
Aku memandang Mbak Ana, semakin bingung. Mbak Ana menarik nafas panjang seperti sedang mengumpulkan kekuatan.

"Mas..Mbak gak bisa membantu Mas Richie karena yang harus diurut itu ada di..syaraf yang harus diurut itu ada di.." Mbak Ana memelankan suaranya, mukanya memerah. "burungnya."
Caaassss. Tubuhku seperti diguyur air es. Akhirnya aku paham kebingungan Mbak Ana. Aku mendadak jadi malu memaksa Mbak Ana untuk mengurutku. Aku melihat Mbak Ana dia menunduk memainkan gagang sapu, mukanya merah padam. Perlahan dia mulai mengakat kepalanya memandangku. Mbak Ana tersenyum, senyum yang terlihat grogi dan kikuk. 

"Maaf mbak aku kirain urut badan kayak biasa gitu." Aku menimpali sambil nyengir.
Kami berdua melihat tv tapi sama sekali tidak tahu apa yang kami tonton, pikiran kami melayang entah ke mana. Kami berdua jadi salah tingkah.
"yahh mungkin memang belum waktunya mbak, nanti juga pasti dapat kalo sudah waktunya kan?" ujarku sambil tersenyum getir.

Mata kami berdua masih melihat tv. Aku bangkit dari tempat duduk, "Aku siap-siap dulu ya mbak mau ke kantor ada janji sama temen." Aku menuju kamarku ganti baju.
Aku baru selesai mengganti kaos yang aku kenakan dengan polo shirt ketika tiba-tiba Mbak Ana sudah di depan pintu kamarku yang tidak tertutup.
"Mas Richie.." mukanya menunjukkan raut merasa bersalah.
Aku jadi serba salah, sebenernya aku sudah memahami kondisinya dan maklum.
"Mas Richie...memangnya Mas Richie mau kalo mbak urut?" Duaarr aku jadi bingung sendiri. Aku jadi gak enak sama Mbak Ana, karena dari awal aku sudah salah memahami maksud 'diurut' yang diceritakan Mbak Ana.
"Mbak.." aku duduk di tepi tempat tidurku, "Mbak Ana gak usah merasa bersalah gitu, aku gak papa kok mbak, tadi cuma salah paham."

"Kalo aku tau maksud diurut yang mbak ceritain itu seperti itu aku gak mungkin minta tolong Mbak Ana kan?" aku melannjutkan.
Mbak Ana menunduk, jarinya memainkan ujung kaosnya. "Mbak bukannya gak mau nolong Mas..apalagi Mbak Anja sama Mas Richie sudah baik dan banyak membantu mbak," Memang istriku suka memberi makanan dan uang tambahan untuk Mbak Ana. "Cuma mbak ngerasa gak pantes aja kalo harus ngurut Mas Richie."
Nahhh. Aku paling gak bisa kalo wanita sudah merasa rendah seperti ini.

"Bukan gitu mbak...aku mau aja kok cuma kan.." Aku terdiam berpikir. Aku bukannya gak mau cuma aku gak membayangkan bakal 'diurut' Mbak Ana dan aku berpikir Mbak Ana juga pasti gak bakal mau. Aku jadi bingung.
"Gini aja Mbak Ana, aku sekarang ada janjian sama temen, ada kerjaan kantor. Kalo mbak emang mau gimana kalo nanti malam Mbak Ana ke rumah lagi buat ngurut aku?" jujur aja sejauh ini aku belum berpikir macam-macam. Aku setuju untuk diurut hanya karena gak tega melihat Mbak Ana. Mbak Ana mengangkat kepalanya melihatku, mukanya agak cerah, "Mas Richie yakin?"
"yuupp!" aku menjawab yakin.
"Baik mas ntar mbak coba urut, semoga berhasil juga, supaya Mas Richie dan Mbak Anja cepet punya momongan." Mbak Ana tersenyum ringan namun jauh di dalam matanya aku masih melihat keraguan. Aku tahu Mbak Ana pasti sama bimbangnya denganku.

Jam tujuh malam aku sudah mengendari motorku menuju ke rumah. Aku mampir ke warung untuk makan malam sekalian, karena tidak ada istriku artinya di rumah juga tidak ada makanan. Hari ini sudah seminggu sejak kepulangan istriku ke jawa. Kemarin dia telepon sepertinya masih belum bisa pulang karena masih harus menemani ibu.
Jam setengah delapan aku sudah sampai di rumah. Tepat waktu pikiriku. Sebelumnya aku sudah bilang Mbak Ana untuk ke rumah jam delapan saja. Aku segera mandi dan berganti pakaian, setelah mandi aku tiduran sambil nonton tv di kamar. Tak terasa mataku terpejam. Aku dikagetkan suara ketukan pintu, aku terbangun setengah sadar. Ahh iya Mbak Ana pikirku, aku segera menuju ruang tamu dan membuka pintu. Bener saja Mbak Ana yang datang.
"Mas Richie dah di rumah ya?" Mbak Ana tersenyum menyapaku.
"Iya mbak, ini barusan juga sampainya." Setelah Mbak Ana masuk, aku langsung menutup pintu.
"Sudah makan mbak?" tanyaku.
"Sudah mas."
"ouuw ya udah, soalnya di rumah juga gak ada makanan mbak heheee." Kami duduk di depan tv.

Memang di ruang tengah biasa aku gunakan untuk duduk santai, atau ketika ada keluarga dating biasanya kami mengobrol di sofa yang ada di depan tv. Begitu juga malam ini, rasanya akan terlalu resmi kalo aku mengajak Mbak Ana duduk di ruang tamu, jadi di sinilah kami duduk, di depan tv.
"Ohh Mas Richie belum makan ya?" tanya Mbak Ana.
"Sudah kok mbak, tadi mampir makan sekalain pas pulang."
Kami terdiam sejenak. Terus terang aja aku juga sedikit grogi masalah urut-mengurut ini. Aku bingung harus bagaimana memulainya. Untungnya Mbak Ana yang berinisiatif memulai.

"Mau diurut sekarang mas?" Mbak bertanya sambil menatapku sekilas.
"Boleh mbak, ayuk. Di kamar aja kali ya mbak?" maksudku agar aku bisa sambil tiduran dengan nyaman di tempat tidur.
"Iya mas." Mbak Ana berjalan mengikuti aku ke kamar.
Sampai di kamar aku bingung harus gimana "Gimana nih mbak?"
"Mas Richie ada handbody?"
"Ada mbak." aku segera mengambil handbody lotion istriku di meja rias.
"Mas Richie tidur tengkurap ya mas."
Aku langsung tengkurap masih dengan pakaian lengkap, kaos dan boxer. Detak jantungku mulai berakselerasi. Aku pikir Mbak Ana akan langsung mengurut burungku hehe. Ternyata Mbak Ana memulainya dengan mengurut kakiku. Mbak Ana mengoleskan sedikit lotion ke tangannya dan mulai mengurut telapak kakiku. Dia memijatnya di berapa titik dan kemudian mengurutnya naik dari betis ke paha. Dia melakukan beberapa kali, dimulai dari kaki kiri kemudian kaki kanan.

"Maaf ya mas mbak urut di sini." Mbak Ana lanjut mengurut beberapa titik dipantatku. Dia memijat sebentar dan sepertinya agak bingung karena aku masih mengenakan boxer.
"Mas Richie maaf celananya diturunin dikit ya, mbak agak susah ini ngurutnya."
"Ahh.. iya mbak." Aku menurunkan sedikit boxerku, sehingga setengah pantatku terlihat.
Mbak Ana melanjutkan mengurut pantatku. Tekanan dan urutan Mbak Ana didaerah pantat mulai mempengaruhi si junior. Aku mencoba mengalihkan perhatian supaya penisku tidak menjadi tegang. Tapi lama kelamaan urutan Mbak Ana membuatku merasa nikmat, sehingga aku tidak bisa melawannya. Akibatnya si junior menjadi separuh tegang. Aku hanya bisa memejamkan mata sambil menikmati urutan Mbak Ana. Aku menikmati sensasinya.

"Mas Richie balik badannya."
"ahh..iya." deg deg deg detak jantungku meningkat dengan pasti, telapak tanganku dingin. Dengan kondisi penisku yang sedang tegang dan dengan boxer longgar yang aku pakai, pasti Mbak Ana akan melihatnya. Ahh tp toh nanti dia juga akan mengurutnya pikirku. Aku segera membalikkan badan. Aku melihat Mbak Ana ketika membalikkan badan, dia sama gugupnya denganku, kepalanya menunduk tidak berani menatapku. Setelah aku mendapat posisi nyaman aku kembali memejamkan mata. Mbak Ana meneruskan memijat,kembali memijat kaki ku dan kemudian mengurut dari atas ke bawah dari kaki kiri berganti kaki kanan. Aku berusaha mengendalikan nafasku agar jantungku tidak berdetak terlalu cepat, tapi soal si junior aku tidak bisa mengendalikannya, tekanan darah terus mengalir terpusat. 

Tangan Mbak Ana beranjak ke memijat pahaku, dia mengurut dari sisi luar mengarah ke pangkal paha.
"Ahh.." aku reflek melenguh pelan, mungkin Mbak Ana tidak mendengarnya. Dia terus mengurut seperti itu berulang-ulang. Penisku semakin tegang, tegang sejadi-jadinya sehingga tampak menonjol dari boxerku. Getaran-getaran kenikmatan mulai kurasakan, gila padahal Mbak Ana sama sekali belum menyentuhnya. Perlahan nafasku memburu. Kurang lebih 10 menit dia mengurut pahaku. 
"Mas sekarang perutnya," kata Mbak Ana sambil menyelesaikan urutan terakhir di pahaku.
Tanpa menjawab aku sedikit menarik kaosku ke atas. Aku mencoba mengendalikan diriku kembali. Terasa tangan Mbak Ana menyentuh perutku, pergelangan tangan Mbak Ana sempat menyentuh penisku ketika tangannya menuju perutku. Membuatku bergetar. 

Mbak Ana mengurut perutku pelan dari atas ke bawah menuju ke penisku. Aku yang sedang mencoba mengandilakn diri kembali memburu. Sensasi kenikmatan kembali kurasakan. Sesekali ketika mengurut ke bawah pergelangan Mbak Ana kembali mengenai ujung penisku yang membuatku merinding menahan nikmat. Aku mulai khawatir tidak dapat menahan kenikmatan dan menyemburkan cairanku, aku rasa diujung penisku mulai keluar lelehan cairan. Aku sungguh menikmati urutan Mbak Ana.
Mbak Ana menghentikan urutannya di perutku, dia tidak mengurutnya selama pahaku tadi.

"Mas sekarang itunya," Detak jantungku meningkat, penisku semakin tegang.
"I..iya mbak," aku membuka mata. Mbak Ana mengusap butiran keringat didahinya, sepertinya dia cukup tenang dan fokus mengurutku.
"Tolong diturunin sedikit mas celananya," Mbak Ana melihatku sekilas kemudian menunduk, suaranya sedikit bergetar, sepertinya tidak setenang yang aku kira.
Perlahan aku menurunkan boxerku, penisku yang sudah tegang meloncat keluar, aku tidak melepas boxerku hanya menurunkan sebatas paha. Terlihat Mbak Ana mengendalikan nafasnya sepertinya dia mencoba untuk tak terlihat grogi. Dia kembali mengusap keringaat di dahinya dan melap tangannya dengan daster yang dikenakannya.
"Maaf ya mas," dia memajukan tangannya ke penisku, aku bersiap-siap.

Sentuhan tangannya mulai terasa di penisku "eghh.." aku menahan nikmat. Mbak Ana diam saja.
Mbak Ana mengurut penisku perlahan dengan sedikit tekanan dari bawah ke atas menggunakan jempolnya. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini dia mengurut tanpa menggunakan lotion. Dia mengulangnya kembali dari bawah ke atas. Penisku terasa tegang sekali dan aku merasa kenikmatan yang sangat. Aku melihat Mbak Ana, dia sepertinya menghindari memandang langsung penisku, pandangannya sedikit lebih ke atas ke arah perutku. Karena agak membungkuk ketika mengurut, aku dapat melihat sedikit belahan dada Mbak Ana melalui lubang atas dasternya, membuat sensasi yang kurasakan semakin menjadi. 

Kami sama-sama diam, entah apa yang dirasakan dan dipikirkan Mbak Ana. Aku? Tak ada pikiran apapun di kepalaku tapi apa yang kurasakan membuatku melayang, seluruh tubuhku dibaluri oleh sensasi kenikmatan, aku tak dapat menahannya. Dan benar saja, aku rasa Mbak Ana baru mengurut penisku lima atau enam kali ketika aku merasakan puncak kenikmatan tiba.
"Akhhhhhhh..Mbaaaak!!," aku mengerang nikmat, memejamkan mata, menegangkan badanku ke atas, tanganku meremas sprei.

Seketika Mbak Ana menghentikan urutannya, dia menekan keras batang penisku dengan jarinya. Aku merasakan denyut berulang dipenisku, ledakan-ledakan kenikmatan menghantamku, orgasme, aku mencapai klimaks.
Terengah-engah, perlahan ketika kenikmatanku mulai mereda aku mulai merasa heran, sepertinya aku tidak mengeluarkan sperma sama sekali ketika orgasme. Aku membuka mataku, tangan Mbak Ana masih menekan batang penisku, kulihat diujung penisku hanya terdapat sedikit lelehan cairan. Perlahan Mbak Ana melepaskan tangannya dari penisku, kulihat dahinya dipenuhi butiran peluh dan terlihat nafasnya sedikit memburu. Dia melap keringat di wajah dan lehernya, aku mengambil tisu yang ada di samping ranjangku dan menyodorkan ke Mbak Ana. Mbak Ana tersenyum mengambilnya. Aku masih terbaring, penisku mulai menyusut, rasa gugupku hilang seketika.

"Mbak kok aneh ya?" aku membuka percakapan. Mbak Ana duduk di sampingku menghadapku.
"Aku tadi kayaknya orgasme deh, tapi kok gak keluar spermanya ya?"
"Iya mas," Mbak Ana maklum dengan keherananku, "tadi pas Mas Richie keluar mbak tekan supaya gak keluar."
Suasana memang sudah lebih cair tapi terlihat Mbak Ana masih belum tenang seperti menahan sesuatu. Aku hanya menerka-nerka sepertinya dia terbawa suasana.

"ohh.. bisa ya seperti itu, aku baru tahu mbak, belum pernah kayak gini, tapi tadi bener-bener enak banget mbak," aku ngomong asal tanpa mempedulikan kondisi Mbak Ana dan sepintas lupa tujuan urut sebenarnya. Begitulah lelaki kalo sudah klimaks, nafsu langsung hilang seketika hehehee. Mbak Ana hanya tersenyum menanggapiku.
"Mbak minum sebentar ya mas, ntar Mbak lanjutkan lagi," Mbak Ana bangkit keluar dari kamar menuju dapur.
Aku tersadar, aku masih dalam prosesi urut, heran bercampur penasaran, dan ternyata ini belum selesai?

Mbak Ana hanya tersenyum menanggapiku.
"Mbak minum sebentar ya mas, ntar mbak lanjutkan lagi," Mbak Ana bangkit keluar dari kamar menuju dapur.
Aku tersadar, aku masih dalam prosesi urut, heran bercampur penasaran, dan ternyata ini belum selesai?


Tidak lama Mbak Ana kembali ke kamarku, dia duduk disampingku. Aku mendapati dia melirik si Junior yang sekarang terkulai lemas, sadar aku memperhatikannya Mbak Ana membuang muka pura-pura mencari bodylotion.
"Mbak lanjut urut ya mas," Mbak Ana meneteskan lotion ke tangannya.
"Iya mbak," aku kemudian mengungkapkan rasa penasaranku, "Kirain dah selesai mbak."
"Masak cuma gitu aja mas,"jawabnya sambil tersenyum. "Kata nenek yang tadi itu untuk mengecek apakah syaraf-syarafnya masih normal," tangan Mbak Ana meluncur ke kedua pahaku, kemudian mengurut dari sisi luar ke arah tengah, nyaris mengenai pangkal penisku. Karena aku baru saja mencapai klimaks, maka si junior belum terlalu terpanguruh. Aku merasakan urutan Mbak Ana ini sengaja untuk memperlancar aliran darah ke penisku.

"Jadi punyaku masih normal gak mbak?" aku bertanya, "Tadi aku cepet banget langsung klimaks, padahal biasanya gak gitu. Apa memang karena ada yang salah ya mbak?"
Sesi kedua ini berbeda, rasa gugupku sudah hilang dan aku menjadi lebih santai menghadapi Mbak Ana makanya aku jadi blak-blakan aja ngomong ke Mbak Ana, mungkin karena pengaruh klimaks tadi.
"Bagus dan normal kok mas," kembali Mbak Ana tersenyum, "Memang sengaja diurut pas syarafnya, kalo tidak ada masalah pasti langsung itu mas," terangnya.
"Itu?" aku bingung.
"Itu mas..langsung keluar."
"Ohh.." aku paham.
"Mbak dulu juga kaget, waktu lihat suami diurut nenek, tahu-tahu dia mengerang kayak kesakitan, mbak kira dia kesakitan karena nenek salah urut," dia berbicara sambil terus mengurut pahaku, "ehh ternyata..."

"ternyata keenakan ya mbak hehee," aku menyahut. Geli juga aku membayangkan waktu suami Mbak Ana diurut oleh neneknya yang sudah tua, bisa keluar juga ya hehehee.
Mbak Ana tersenyum. Dia mengambil lotion dan melanjutkan mengurut. Kali ini perutku kembali diurut dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Si junior mulai merespon dan sedikit membengkak.
"Waktu itu suami mbak baru diurut juga langsung keluar ya mbak?" aku iseng bertanya.
"Iya mas baru sebentar, padahal biasanya juga gak secepat itu loh mas," Mbak Ana juga jadi lebih terbuka mungkin terpengaruh olehku.
"Wahh.. biasanya lama ya mbak, enak dong hehehe," aku mulai berani menggoda Mbak Ana.
"Ahh..Mas Richie," Mbak Ana menunduk malu, mukanya memerah.

Aku tersenyum, kembali memejamkan mata, sensai kenikmatan mulai aku rasakan. Penisku semakin membengkak tapi belum sepenuhnya tegang. Kami kembali terdiam.
"Ahh..." aku mengerang halus, tangan Mbak Ana kembali menyentuh penisku.
Mbak Ana mengurut penisku dengan jempolnya, sama seperti tadi tapi kali ini tidak terlalu banyak tekanan lebih seperti mengelus. Penisku perlahan mulai tegang. Aku membuka mata, melihat Mbak Ana. Dia mengurut sambil melihat langsung penisku kali ini. Kulihat ke arah lubang kepala dasternya berharap bisa melihat belahan dada Mbak Ana lagi. Nafsu mulai membuaiku. Aku memperhatikan Mbak Ana, jika diperhatikan baik-baik ternyata Mbak Ana menarik juga, wajahnya menggambarkan dia wanita yang kuat dan juga terlihat manis dihiasai dengan rambut sebahu, meski kulitnya sudah dihiasai kerutan-kerutan. 

Terlintas di kepalaku gambaran Mbak Ana sedang bersetubuh dengan suaminya, bagaimana ya dia di atas ranjang. Ahh aku sungguh menikmati sensasi ini. Mbak Ana mengangkat tangannya menyisir sebelah rambutnya dengan jari dan menyisipkan ke belakang telinga. Tiba-tiba dia mengangkat kepalanya melihat ke arahku. Aku tersenyum tipis, memandangnya sayu, menahan kenikmatan yang ku rasa. Mbak Ana kembali menunduk mengetahui aku tidak terpejam, nafasnya sedikit tersengal. Apakah Mbak Ana lelah mengurut atau mulai terangsang, aku tidak tahu tapi melihat Mbak Ana dalam kondisi tersebut malah membuat pikiran liar tentangnya terlintas di kepalaku. 

Setahuku wanita pada umumnya lebih susah terangsang dari pada laki-laki tapi bersentuhan dengan penis orang lain yang bukan suaminya dan membuatnya terangsang hingga orgasme, apakah hal seperti ini tidak mempengaruhinya? Aku menjadi ingin mengetahuinya, lebih-lebih aku jadi tertarik untuk membuatnya terangsang. Aku ingin Mbak Ana merasakan apa yang ku rasakan. Tapi aku belum kehilangan kendali, akal sehatku masih bekerja jadi aku gak mungkin main tubruk aja, sabar hehee.

Hembusan AC di kamarku menghantarkan aroma tubuh Mbak Ana, sungguh aroma yang khas, membuatku merasa diawang-awang, aku menarik nafas dalam memasukan aroma Mbak Ana ke dalam tubuhku. Urutan Mbak Ana berubah menjadi pijitan-pijitan ringan. Dia menekan beberapa titik di penisku secara bergantian. Rasanya aliran darah di penisku menjadi lancar sehingga membuat penisku mengeras.
"Aghh..Mbak," tiba-tiba Mbak Ana mengurut ujung kepala penisku dengan melingkarkan jempol dan jari telunjuknya.Aku menggelinjang, tanganku secara spontan menepuk dan mencengkram paha Mbak Ana yang duduk bersimpuh disampingku.
"Ahh..ahh..." aku terengah, nikmat sekali.

Setelah aku bisa mengendalikan diri aku baru sadar tangan kananku berada di paha Mbak Ana, namun tidak secara langsung bersentuhan dengan kulitnya karena masih tertutup daster. Aku melihat Mbak Ana dia diam saja masih mengurut, tidak ada protes darinya dan tidak ada usaha untuk menyingkirkan tanganku, akupun tidak berniat memindahkan tanganku. Seiring dengan urutan Mbak Ana dan desahan nafasku, aku menggesek-gesekan tanganku ke pahanya, perlahan. Aku melirik ke arah pahanya, dasternya bergerak seiring gesekan tanganku. 

Muncul ideku untuk menyingkap sedikit dasternya aku melakukannya seolah-olah tidak sengaja hingga sekarang tanganku bersentuhan langsung dengan kulit pahanya, namun baru sedikit di atas lutut belum terlalu masuk ke dalam. Aku mengelusnya pelan, aku tatap Mbak Ana, dia terlihat mencoba mengendalikan nafasnya yang tersengal. Rasanya ingin memasukan tanganku jauh lebih dalam tapi aku masih ragu, aku belum berani berbuat nekat.
Mbak Ana menghentikan urutannya di kepala penisku. "Uhh.." aku melenguh pelan. Aku hentikan gesekan tanganku di pahanya tapi aku tidak memindahkan tanganku. Mbak Ana menarik nafas panjang, mengusap keringatnya, dan sedikit membetulkan dasternya yang tersingkap, tidak berani menatapnya, aku pura-pura menutup mataku. Tanganku masih di pahanya, Mbak Ana hanya sedikit menarik turun dasternya sehingga kini ujung jariku kini sedikit tertutup oleh dasternya.
Mbak Ana melanjutkan, sekarang buah zakarku dipijatnya. Hmmm rasanya seperti aliran sperma berkumpul menjadi satu di situ, buah zakarku mengencang. Aku mulai menggesek-gesekan tangaku kembali. Mungkin sekitar lima menit Mbak Ana memijatnya, rasanya air maniku sudah siap untuk diledakkan.

Mbak Ana kembali mengurut kepala penisku seperti tadi, kali ini dengan tempo yang sedikit lebih cepat.
"Arrrgghh..." aku tidak siap karena aku memejamkan mata. Tanganku mencengkram pahanya.
"Ahh.." aku tidak yakin tapi sepertinya aku mendengar Mbak Ana melenguh pelan.
Beberapi kali Mbak Ana mengurut kepala penisku kemudian dia melingkarkan seluruh jarinya dipenisku, penisku ditarik ke atas sehingga sekarang posisinya berdiri 90 derajat. Kemudian dia kembali mengurut pelan naik turun.
"Ahh..ahh..aahh" nafasku memburu. Tanganku terus mengelus dan meremas paha Mbak Ana berusaha semakin masuk ke dalam.
Lama-lama aku rasakan urutan Mbak Ana semakin cepat, ini lebih seperti mengocok.

"Ahh..ahh..Mbak.." diperlakukan seprti itu membuat gerakan tanganku semakin liar, ujung jariku suda menyentuh pinggang Mbak Ana, tanganku sudah masuk cukup dalam.
"Mbak ahh..Mbak Ana" aku menyebut namanya dalam desahanku, nikmat sekali. Aku mencoba menahan klimaksku, aku tidak mau ini cepat berakhir. Aku mencoba mengarahkan tangku supaya dapat masuk ke bagian dalam paha Mbak Ana.
"Ahh.." aku yakin mendengar Mbak Ana melenguh.
"Ma..mas...jangan ditahann" suara Mbak Ana bergetar, seprtinya dia tahu aku menahan klimaksku, "Ini memang harus ahh..dikeluarkan" dia mencoba mengendalikan diri supaya dapat berbicara.
"Harus dikeluarkan mas richie, kalo enggak gak bagus."

Nantinya Mbak Ana bercerita bahwa sebenernya ini memang prosesi terakhir dari proses urut yang sengaja ditujukan untuk mengeluarkan sperma karena sebelumnya sperma ditahan untuk tidak keluar.
Aku masih berusaha mati-matian menahan klimaksku, tangaku menyusup ke bagian dalam paha Mbak Ana, aku ingin meraba...memeknya.
"Aghhh..." Mbak Ana mempercepat kocokannya.
"AGGHHHH...Mbaaaakk..jangan berhentii!!!" aku tidak dapat menahannya lagi, tanganku mencengkram kuat paha Mbak Ana, tangan kiriku meremas sprei.
Crretttt..crett...berkali-kali penisku meledekan sperma, tubuhku menegang merasakan kenikmatan yang luar biasa. Semburan kenikmatan meluap dari penisku. Mbak Ana tidak berhenti mengocokku. Aku merasakan tumpahan sperma di perutku. Mbak Ana terus mengocokku hingga penisku tidak mengeluarkan sperma lagi.

"Ahh..ahh..." aku masih terengah-engah, aku merasakan Mbak Ana mengusap penisku, membersihkannya.
Aku membuka mata. Kaget aku melihat ternyata sebagaian spermaku mengenai daster Mbak Ana dibagian dada dan sedikit rambutnya juga terkena. Mbak Ana menatapku, nafasnya juga terengah-engah, dia mencoba tersenyum ditengah deru nafasnya. Setelah selesai membersihkan penis dan perutku, dia membersihkan tangannya kemudian memegang dan menarik tanganku dari pahanya. Dia menariknya tanpa bicara dan menatapku. Ada sedikit rasa khawatir padaku, aku takut Mbak Ana marah. Tanpa sedikitpun bicara, setelah meletakkan tanganku dia membersihkan sperma yang ada didasternya. Mbak Ana beranjak bangkit dari duduknya.
"Mbak.." aku meraih handuk kecil dari tangannya.
"Maaf mbak, itu rambutnya juga kena," ucapku sambil meringis dan membersihkan sperma dari rambutnya, sepertinya dia tidak tahu ada sperma dirambutnya.
Mbak Ana hanya diam saja dan beranjak keluar dari kamar setelah aku selesai membersihkannya.

Aku masih terbaring lemah di tempat tidur. Aku berniat untuk mengenakan kembali boxerku namun aku masih penasaran apakah prosesi ini sudah selesai. Jadi aku urungkan niatku dan masih terbaring di kamar tanpa sehelai benangpun.
Mbak Ana kembali ke kamar, alih-alih masuk ke kamar dia hanya berdiri di pintu.
"Mas sudah urutnya..Mbak Pulang dulu ya."
"Eh..iya Mbak," sudah selesai pikirku, aku menyambar boxerku dan memakainya, "terima kasih ya mbak".
Kami berbicara seolah-olah tidak ada hal luar biasa yang terjadi. Hanya pijatan biasa.
"Mbak aku antar aja pulangnya?" aku menawarkan, karena sudah malam aku tidak tega membirakan Mbak Ana pulang jalan kaki.
"Enggak usah mas," dia menolak.
"Enggak papa mbak," aku memaksa, Mbak Ana tidak menjawab. Aku segera bangkit memakai kaos dan mengambil celana pendek. Aku beranjak keluar kamar, Mbak Ana mengikutiku.

"Jadi harus berapa kali diurut Mbak?" aku berharap Mbak Ana mau mengurutku lagi.
"Harus beberapa kali sih mas, tapi tidak boleh terlalu sering. Dua atau tiga hari sekali bagusnya," Mbak Ana menjelaskan.
"Jadi lusa diurut lagi mbak?" aku bertanya lebih seperti memohon.
"Kalo Mas Richie mau?" Mbak Ana menawarkan.
Mau? Bukan mau, tapi aku mengharapkannya. Akhirnya kami menyepakati akan kembali melakukannya besok lusa. Aku sungguh antusias mendengarnya tidak sabar menanti esok lusa.
"Ayo mbak," aku sudah siap di atas motor.
Mbak Ana memboncengku. Sepanjang jalan kami hanya diam. Aku tersenyum masih terbayang urutan Mbak Ana. Aku tidak tahu apa yang Mbak Ana pikirkan dalam diamnya.

"Ayo mbak," aku sudah siap di atas motor.
Mbak Ana memboncengku. Sepanjang jalan kami hanya diam. Aku tersenyum masih terbayang urutan Mbak Ana. Aku tidak tahu apa yang Mbak Ana pikirkan dalam diamnya.


Senin. Hari yang ku tunggu-tunggu tiba, nanti malam Mbak Ana akan kembali mengurutku. Aku jadi tidak konsen bekerja, ingin segera pulang. Berputar-putar di kepalaku rasa penasaran. Penasaran dengan apa yang Mbak Ana rasa dan pikirkan waktu mengurutku dan penasaran mencari cara bagaimana cara mempengaruhi Mbak Ana karena aku juga ingin melihat, membuatnya terangsang hingga orgasme. Dengan membayangkannya saja membuat si junior sudah berontak. Ahh damn! Aku fokuskan pikiranku kembali untuk menyelesaikan kerjaanku. Bisa gawat kalo nanti malam harus lembur.

Sore hari aku telah menyelesaikan seluruh pekerjaanku. Yup beres semua, aku segera mengemas barang-barangku dan bergegas pulang. Tepat jam setengah enam aku meluncur ke rumah. Di luar mendung sepertinya akan hujan dan benar saja baru separuh perjalanan air mulai menetes dari langit, gerimis.
Sampai rumah aku buru-buru mandi, badanku basah oleh air hujan. Selesai mandi badan jadi segar apalagi sebentar lagi akan diurut Mbak Ana jadi tambah semangat. Rasa capek akibat seharian bekerja sirna sudah. Tepat setelah aku mengenakan baju terdengar ketukan pintu. Mbak Ana pikirku semangat bergegas menuju pintu.
"Masuk mbak," ku bukakan pintu dan mempersilahkannya masuk.

Dia datang berjalan kaki dengan payung yang sudah usang dan reyot. Sebagian kaosnya basah terkena air hujan. Aku tadi sempat berpikir mungkin Mbak Ana tidak akan datang karena hujan atau mungkin mengurungkan niatnya untuk kembali mengurutku. Aku sedikit kecewa dengan pakaian yang dia kenakan petang ini. Mbak Ana mengenakan kaos yang agak kebesaran, bergambar salah satu produk rokok. Warna merah kaosnya sudah pudar. Yang membuatku kecewa adalah Mbak Ana mengenakan celana pendek, ahh ini akan menghambat aktivitas tanganku di area pahanya. Padahal aku membayangkan akan kembali mengajak jemariku menari-nari dipangkuannya seperti sebelumnya. Sial. Apakah Mbak Ana sengaja mengenakannya agar tanganku tidak kembali bergrilya? We'll see..Pejuang pantang menyerah hehehe.
Aku ajak Mbak Ana masuk ke ruang tengah. "Sudah makan mbak?"
"Sudah mas," Mbak Ana sedikit menggigil kedinginan karena air hujan.
"Aku makan dulu bentar ya mbak."
"Oh iya mas tidak pa pa."

Aku menuju dapur mengambil piring. Ketika pulang tadi aku mampir beli makan, aku sudah memperkirakan mungkin Mbak Ana tidak mau aku tawarin makan atau memang dia sudah makan jadi aku membelikan camilan saja untuknya.
"Mbak ini ada pisang goreng masih anget, lumayan biar enggak kedinginan." aku menyodorkan pisang goreng yang tadi aku beli. Ku taruh di meja kecil di samping tempat Mbak Ana duduk.
"Iya terima kasih mas," dia mengambil satu, dan melahapnya.
Aku mengajaknya mengobrol sambil melahap makan malamku. Cepat saja aku sudah menyelesaikan makan malamku.
"Yuk mbak mulai, keburu malam," aku berjalan menuju kamar diikuti Mbak Ana.
Karena di luar gerimis suhu di kamarku jadi dingin sekali. Mbak Ana mengusap lengannya, kedinginan ketika masuk kamarku. Aku meraih remote AC dan menaikan suhunya biar tidak terlalu dingin. Hanbody lotion sudah aku siapkan di atas ranjang.
"Mbak celanaku di buka sekalian aja ya, biar gak kena lotion," aku langsung meurunkan boxerku tanpa menunggu jawabannya. Mbak Ana juga tidak menjawab hanya diam saja sambil meraih lotion.

Aku membaringkan tubuhku diranjang. Mbak Ana duduk di sampingku dan segera mengurutku. Mbak Ana melakukannya sama dengan sebelumnya. Ketika urutan Mbak Ana sudah sampai penisku aku pura-pura mengerang dan mengarahkan tanganku ke pahanya. Memang nikmat sih tetapi aku sedikit overacting agar terkesan pendaratan tanganku ke pahanya terlihat natural hehehee. Berhasil.
Well...kali ini aku memang tidak bisa merasakan halusnya kulit paha Mbak Ana. Dengan celana pendek yang dia pakai, dalam posisi duduk, tidak memberikan celah sedikitpun untuk tanganku dapat masuk ke dalam. Tapi aku aku tidak kehabisan akal, aku tetap mengusap-usap paha Mbak Ana dari luar celananya, menggeser sedikit tanganku ke sisi dalam pahanya dan meluncur menuju pangkal pahanya.

Prosesi urut yang dilakukan Mbak Ana sama persis. Pada sesi kedua aku berusaha mati-matian supaya aku tidak cepat keluar hingga Mbak Ana mengocok penisku dengan RPM tinggi. Bukannya keluar tapi penisku malah jadi sedikit perih dengan kocokan Mbak Ana yang brutal. 
"ahh...ahh..." Mbak Ana terengah setelah akhirnya berhasil meledakan penisku.
Aku? lebih-lebih lagi "ahhh...ahh...makasih mbak." aku berterima kasih karena sudah diberikan kenikmatan yang luar biasa.
"ahh...ah..," Mbak Ana masih mengatur nafas, "Mas Richie nakal banget sih...kan mbak sudah bilang jangan ditahan," Mbak Ana sedikit cemberut karena kesusahan mengeluarkan spermaku.
"Ha..habisnya..enak banget mbak," aku ngomong apa adanya, "bener-bener enak banget mbak."

Mbak Ana diam saja, masih agak cemberut. Dia membersihkan ceceran spermaku. Ada sebagian spermaku mengenai celananya. Aku baru sadar tanganku masih berada di paha Mbak Ana, diam, aku tidak berani menggerakkannya. Mbak Ana duduk bersimpuh dengan tangaku di tengahnya. Jariku sudah menyentuh pangkal paha Mbak Ana. Karena bahan celana Mbak Ana tidak terlalu tebal, aku bisa merasakan kelembapan di pangkal pahanya. Mbak Ana juga terangsang? Otakku langsung berputar.
Mbak Ana selesai melap sisa sperma di penis dan perutku, dia beralih membersihkan celananya. 
"Duhh...mbak maaf kena celana juga. Jadi basah ya mbak," sambil berkata seperti itu aku mengelus dan sedikit menekan pangkal paha Mbak Ana, sepertinya jariku menyentuh memeknya dari luar, "sampai sini basah juga mbak."
"Arrhh....mass!!" Mbak Ana kaget dan melenguh, dengan cepat dia menarik tanganku.
"Ehh..kenapa mbak??maaf..maaaff," aku pura-pura tidak tahu apa yang aku lakukan, hehehe aku tersenyum dalam hati berhasil mengusili Mbak Ana.

Mbak Ana diam lalu segera keluar setelah selesai membersihkan celananya. Aku bangun mengenakan pakaianku, bersiap mengantar Mbak Ana pulang. Diperjalanan kami tidak banyak bicara. Aku hanya memastikan lusa dia akan kembali mengurutku. "Iya mas," Mbak Ana hanya menjawab pendek.

Seperti biasa ketika hari pengurutan tiba aku selalu antusias hehehe. Tapi kali ini aku dibuat kecewa, Mbak Ana tidak datang. Aku menjadi berpikir, jangan-jangan aku bertindak terlalu jauh. Damn!

Semalaman aku jadi susah tidur, karena kecewa dan sedikit khawatir Mbak Ana marah padaku.
Karena banyaknya pekerjaan, keesokan harinya, aku tidak terlalu memikirkan Mbak Ana. Malamnya badanku terasa lesu dan lelah sekali. Pekerjaan hari ini sungguh menguras tenaga dan pikiran. Setelah mandi aku membaringkan badan di tempat tidur, suhu AC aku set cukup sejuk.
Tok tok tok. Aku mendengar suara pintu diketuk. Dengan malas aku berjalan ke luar kamar untuk membukakan pintu.
"Eh Mbak Ana," aku kaget ternyata yang datang ke rumah adalah Mbak Ana.
"Iya Mas," Mbak Ana menjawab, "hari ini mau diurut lagi mas?"
Deg! Aku masih tertegun dengan kedatangan Mbak Ana. "bo..boleh mbak," aku jadi salah tingkah, "ayo masuk mbak."

Detak jantungku meningkat dan tanganku sedikit dingin. Perasaanku campur aduk antara kaget dan antusias. Aku segera mengarahkan Mbak Ana ke kamar, aku jalan duluan diikuti olehnya. Tanpa banyak bicara setelah sampai kamar aku langsung menyiapkan posisi, Mbak Ana duduk disampingku dan mulai memijat. Aku tidak menanyakan kenapa Mbak Ana kemarin tidak datang dan dia juga tidak membahasnya. Mbak Ana tidak banyak bicara, aku juga hanya diam menikmati pijatannya. Meski diam, Mbak Ana tidak terlihat marah padaku, jadi aku juga tidak mau merusak suasana dengan menanyakannya, kehadirannya malam ini yang tidak terduga sudah cukup membuatku bahagia. Semakin membuatku senang, malam ini dia memakai daster. Artinya tanganku bakal bebas berpetualang hehehee.

Prosesi urut terus berlanjut, aku sudah berhasil mendaratkan tanganku di paha Mbak Ana. Langsung menyentuh kulitnya, menelusup dibalik daster Mbak Ana.
"Ahhhhhh mbaakkk..." aku mencapai orgasmeku yg pertama, tanganku kutekan masuk semakin ke dalam dan meremas paha Mbak Ana. Mbak Ana menekan batang penisku untuk menahan spermaku.
Setelah gelombang orgasmeku mereda Mbak Ana melepaskan jarinya dari penisku. Dia mengangkat tangannya mengusap keringat di wajahnya. Tanganku masih di dalam pahanya, aku merasakan kelembabpan di dalamnya. Mbak Ana melanjutkan mengurutku, aku melanjutkan mengusap pahanya. Ku geser tanganku ke sisi dalam, dengan sedikit tekanan ujung jariku sudah mengenai celana dalamnya. Sangat lembab dan terasa agak basah karena ujung jariku sepertinya tepat di memeknya. Penisku langsung menegang. Aku mendengar deru nafas Mbak Ana. Pelan-pelan aku mengusap memeknya dari luar celana dalamnya.
"Ahh.." aku mendesah Mbak Ana sudah mulai mengurut penisku. 

Kurasakan celana dalam Mbak Ana sudah basah, aku meningkatkan kecepatan usapanku di memeknya. Ini sudah tidak terlihat natural lagi, jelas-jelas aku sedang merangsangya. Aku menekan-nekan jariku mencoba menemukan belahan memeknya meski masih dari luar celana dalamnya. Kugesek-gesek belahan memeknya yg sudah basah sehingga terasa sampai luar celana dalamnya.
"Ahh..ahh..ahh..." meski pelan aku bisa mendengar desahan Mbak Ana.
Ku arahkan padanganku ke Mbak Ana, dia mengurut penisku sambil menunduk tapi aku bisa melihat raut mukanya yg memerah menahan rangsangan. Berhasil! Aku berteriak dalam hati.

Penisku sudah sangat tegang. Aliran sperma sepertinya sudah sulit untuk dibendung, namun aku masih bisa menahannya untuk tidak meledak karena urutan Mbak Ana mulai tidak konstan, kadang cepat, kadang lambat tapi kalo dia meneruskannya tidak akan lama sampai spermaku meledak.
Aku fokus mengatur nafasku untuk menahan klimaksku sembari meneruskan usapanku di memek Mbak Ana.
"Ahh...aghh...aghh..." desehan Mbak Ana semakin jelas.
Tanpa ku duga Mbak Ana mengambrukan tubuhnya di dadaku. Nafasnya tersengal, samar aku bisa merasakan jantungnya berdetak kencang. Meskipun tangaku menjadi tertahan oleh badannya tapi jariku masih dapat menggesek-gesek memeknya. Mbak Ana sudah tidak dapat menahan nafsunya. Kendali ditangaku!
"Aghh..aghh..." nafasnya berat, "Mas...Richie...kok nakal sih..."
"Jangan dong mas..." Mbak Ana berbicara dengan nafas yang tidak karuan, "mbak jadi gak bisa ngurut ini."

Meskipun berkata seperti itu tapi dia tidak menyingkirkan tanganku. Mbak Ana tersungkur lemah di atasku.
"Iya mbak...aku selesai dulu ya biar mbak bisa ngurut lagi."
Mbak Ana tidak menjawab, hanya desahan yang ku dengar.
Tanpa melepas tangaku dari memeknya aku sedikit mengangkat badannya untuk aku baringkan disampingku. Begitu sudah kubaringkan Mbak Ana mengangkat tangan kanannya dan menutup mukanya dengan lengangnya. Nafasnya semakin memburu. Pergerakanku jadi semakin mudah.

Aku duduk di samping kanannya, sekarang posisi kami terbalik, aku yang akan mengurut Mbak Ana. Aku sibakkan dasternya ke atas hingga kini aku bisa melihat celana dalamnya dengan jelas. Tidak ada perlawanan.
Tampak bagian tengah celana dalam Mbak Ana sudah sangat basah. Begitu jelas karena celana dalamnya tipis dan sudah usang. Ada beberapa lubang dibagian pinggangnya. Bulu kemaluan Mbak Ana sepertinya cukup lebat karena beberapa terlihat mencuat dari samping celana dalamnya. Aku mengesek-gesek memeknya dari luar semakin kencang.
"ahh...aahh..." Mbak Ana tak berhenti mendesah.
Aku menyelipkan jariku dari samping celana dalamnya, langsung jariku menyentuh bulu kemaluannya yang lebat. Tangaku merayap mencari belahan memeknya. Kini aku bisa merasakan langsung memeknya yang sudah dibasahi dengan cairan cinta. Ujung jari tengahku menyusup lubang memeknya mencari klirotisnya.

"Arggghh...maaass..." Mbak Ana melenguh agak keras ketika jariku menyentuh dan kemudian menggesek klentitnya. Jariku basah sepeuhnya oleh cairan memek Mbak Ana.
Ku usap dengan lembut klirotisnya. Setelah beberapa saat kususupkan jariku masuk ke lubang memeknya lebih dalam.
"Ahh..ahh...ahhh"
Karena pergerakan tanganku terganggu oleh celana dalam aku menariknya lepas dan tentu saja tidak akan ada perlawanan.

Lubang memek Mbak Ana masih terasa cukup ketat, aku menggerakan jariku keluar masuk. Setiap gesekan kupastikan mengenai klirotisnya. Selagi tangan kananku sibuk dengan memeknya, tangan kiriku menyusup melalui bawah daster menuju payudaranya.
"Aghhh..." Mbak Ana kaget dengan remasan tanganku di dadanya. Tangan kirinya menangkap tanganku tapi tidak menariknya. Ku usap dan remas payudaranya dari balik branya. Ku angkat dasternya semakin ke atas sehingga aku bisa melihat langsung payudaranya. Meskipun disangga oleh bra, yang sudah lawas, tidak dapat menyembunyikan bahwa payudara Mbak Ana sudah kendor. Karena bra yang dikenakan Mbak Ana agak kedodoran, dengan mudah aku bisa mengeluarkan payudaranya dari cup branya. Yahh meskipun sudah mengendor tidak menurunkan minatku untuk terus bermain dengan tetek Mbak Ana hehehe. 

Aku mengusap dan meremas payudara Mbak Ana tapi menghindari menyentuh putingnya, sengaja aku lakukan untuk membangkitkan rasa penasarannya. Putingnya terlihat mengacung menghiasi payudaranya yang menggelambir. Kutaksir ukuran payudara Mbak Ana adalah 32 A. Yup memang tidak terlalu besar. Apa yang kalian harapkan dari wanita yang tidak punya kesempatan untuk merawat dirinya? Tubuh Mbak Ana memang jauh dari sempurna, tetapi tetap memiliki daya tarik tersendiri.

"Aghh...ahh...ahh." Mbak Ana mendesah semakin keras, nafasnya sudah sangat memburu. Kurasakan denyutan-denyutan memeknya dijariku. Sepertinya Mbak Ana medekati orgasmenya. Pergerakan jariku di memeknya semakin ku percepat.
"Crepp...crepp...cepp." Memeknya semakin basah, cairan meleleh keluar dari lubangnya.
Tanpa diketahui Mbak Ana ku dekatkan kepalaku ke payudaranya. Dengan tiba-tiba ku kulum dan ku jilati putingya.

"Argghh...mass..Rii..chiie..eghhh."
Terus ku kulum dan ku jilati puting dan payudara Mbak Ana. Terus ku kocok semakin cepat memeknya.
Tidak lama Mbak Ana mengejang.
"Maaaaaaass...Arrrggggghhhhhh!" badannya membusung ke atas, pahanya mengapit tanganku, tangan kananya meremas bantal, dan tangan kirinya menekan dan meramas kepalaku tapi aku tak menghentikan jilatan dan kocokanku. Ledakan kepuasan melanda Mbak Ana. Tubuhnya mengejang berulang-ulang. "arghh...ahhh...argghh."

Ketika gelombang orgasmenya sudah mereda kuangkat kepalaku dari payudaranya. Perlahan kutarik jariku dari memeknya, jariku sangat basah, kuhirup jariku, aroma memek Mbak Ana sungguh nikmat. Karena fokus memuaskan Mbak Ana aku lupa kalo penisku masih tegang dan belum terpuaskan dengan tuntas hehehe.
Kutatap Mbak Ana. "Ahh...ah..." dia mulai mengendalikan nafasnya. Matanya masih terpejam tapi tangannya sudah diturunkan dari mukanya.

Ini baru permulaan, aku menyeringai, nafsu sepenuhnya sudah menguasaiku. Aku harus segera bertindak sebelum Mbak Ana bisa mengendalikan dirinya. Aku berbaring di samping Mbak Ana dan memeluknya. Tubuh Mbak Ana sedikit bergidik, kaget dengan pelukanku. Tanganku mengusap dari perut ke dadanya dan kuusap dengan lembut pipinya. Ku kecup pipi Mbak Ana.